Sabtu, 26 Oktober 2013


Penyesalan Terakhir
Bumi itu berputar, mengalami rotasi dan revolui. Begitu juga dengan kehidupan manusia, dengan perubahan status social. Manusia tidak ada yang sempurna, sebaik-baiknya manusia pasti mempunyai kesalahan. Kesalahan tidak dapat di pungkiri oleh apapun. Ada kebaikan pasti ada kejahatan. Semuanya tak ada yang sempurna.
                Sinar matahari menyambut datangnya pagi, ayam berkokok, burung burung beryanyi, pohon melambai-lambai seolah menyapa insan. Di pagi itu tepat pukul 05.00 tampak seorang wanita paruh baya membawa tas belanja bersama wanita cantik berparas cantik yang memakai seragam Putih Biru, lebih tepatnya mengenakan seragam SMP.  “Hay, Mau kemana kau? Berpakaian rapi layaknya pelajar. Tetapi kenapa kau berada di pasar?” tanya seorang pemuda kira-kira 2 tahun lebih tua dari wanita berparas cantik tadi.
                Wanita itu pun menghentikan langkahnya dan jawab dengan sopan “Iya, saya memeng pelajar kelas 7. Saya kemari membantu ibu saya berjualan di pasar,”
                “Lalu, mengapa kau memakai seragam mu di sini?”
                “Saya memang setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah selalu membantu ibu berjualan di Pasar Pagi ini!” jawab wanita tadi, “Apakah anda tidak mengetahui saya tiap pagi di sini?”
                “Saya bukan penduduk di sini. Jadi maaf saya telah banyak bertanya kepada anda Nona….” Pemuda itu menghentikan pembicaraannya dan menengok Wanita tadi seraya membaca tanda pengenal yang tercantum pada baju wanita tersebut dan menyebutanya dengan senyuman “Pelangi, Nona Pelangi”
                PELANGI, nama wanita itu Pelangi, dia sering mengenalkan kepada orang-orang bahwa namanya pelangi yang biasanya menghiasi langit dengan berbagai warnanya yang ceria. Kemudian Pelangi meneruskan langkahnya dengan semangat, bagaikan semangat pejuang-pejuang zaman dahulu. Prinsipnya adalah “hari ini harus lebih baik dari pada kemarin dan hari esok harus lebih baik dari pada hari ini” Dia juga menyadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna.
                Pukul 12.30 tepatnya di SMP Pembangunan atau biasa di sebut Pembangunan Junior High School. Disana Pelangi sekolah, dia selalu mendapat peringkat satu di sekolah namun sayang kerena latar belakang keluarganya itu dia banyak di jauhi teman-temanya. Bukan karena keluarga yang kurang mampu, tetapi karena pergalan kakaknya. Kakaknya yang bernama Cakra, dia hanyaah pereman pasar yang sangat brutal, beberapa kali masuk penjara gara-gara terjerat khasus pencurian seperti pencurian uang bank, pencurian sepeda  dan sesekali Cakra terkena narkoba. Akibat Cakra itu keluarganya menjadi sangat terkenal, tetapi bukan karena kebaikannya justru malah kejelekannya. Tiap pulang sekolah Pelangi melihat Cakra selalu berada di gerbang sekolah, entah dia mau apa, tetapi Pelangi tak peduli apa kata mereka, Dia selalu berfikir positif, bahwa kakaknya ke sekolah hanya untuk mengetahui keadaan adiknya itu, bukan untuk berbuat hal-hal yang tidak-tidak.
                “Hay, kakak?” sapa Pelangi menepuk bahu Cakra.
                Cakra hanya tersenyum lalu pergi meninggalkan Pelangi begitu saja. Hati pelangi selalu bertanya-tanya ada apa dengan kakak ku?aku menyayaninya, selalu menyayaninya. Pelangi bergeas meninggalkan tempat itu dan pulang, karena dia tau ibunya telah menunggu di rumah.
                Siang itu metahari nampak menari-nari senang hingga panasnya terasa menyengat di keseluruh tubuh. Di perjalanan pulang Pelangi tak mengeluh sama sekali, walau trik matahari tak bersahabat baginya justu itu adalah hal yang menyenangkan. Tiba-tiba “BRUKKKK” Pelangi bertabrakan dengan seseorang, “Maaf” Ucap Pelangi menuduk.
                “Ya, tak apa.”
                Pelangi mengangkat wajahnya dan apa yang ia lihat? Dia melihat kakaknya. Ternyata itu adalah kakaknya (Cakra) yang memakai baju compang-camping berparas yang tidak jelas, wajah kusam dan kusut. “Ini Uang untuk mu.” ucap Cakra seraya mengulrkan tangnnya.
                “Tak usah Kak, ini untk kakak saja. Kakak lebih membuthkan. aku selama ini mendapatkan kiriman uang dari ayah.” Jawab Pelangi menolak pemberian Cakra.
                Dengan raut muka yang agak kecewa, Cakra mengambil uangnya lagi hingga keluar kata-kata kasar yang ia lontarkan. “Hey, dasar kau tidak tau berterma kasih, kakak banting tulang untuk mendapatkan uang ini hanya demi mu. Aku tau kau ingin membeli tas an? Ini untuk mu pelangi! Tapi…….ahhhhhhhh bursyit kau dan apa kau tau Ayah di mana?!”
                “Kakak bukan itu maksud ku,ya, walau aku tak tau Ayah bekerja di mana. Tapi, aku menyayangimu. Aku bukan menolak pemberianmu, ak hanya memikirkan biaya kehidupan kakak di luar sana. Kakak tak pernah pulang ke rumah. Aku sebenarnya rindu kakak.” Kemudian Pelangi menangis tersedu-sedu di hadapan kakaknya itu.
                “Menangis? Apa hanya itu yang bisa kau lakukan?” Cakra berlari menjauhi Pelangi. Ia juga menetes kan air matanya. Sebenarnya iya juga rindu pada kehangatan keluarganya itu. Ia ingin pulang tetapi ia harus bekerja demi keluarganya.
Sesampainya di rumah Pelangi berkata pada ibunya “Bu, tadi saya bertemu kakak. Dia memberiku banyak uang tetapi, aku tak memerimanya. Aku menolaknya karena selama ini kita kan dapat kiriman dari Ayah kan Bu? Tapi kenapa Kakak menanyakan dimana Ayah? Apa dia tau ayah di mana?”
                Bu Nio atau ibunya Pelangi gugup mendengar perkataan anaknya itu. Ia tak tau harus menjawab apa. Apakah ia harus menceritakan yang sebenarnya. Pelangi merasa anah dengan tingkah ibunya “Ibu! Ibu kenapa? Apa ada hal yang ibu sembunyikan tentang ayah?”
                “Ayah….Ayah…Ayah sebenarrnya hilang. Ayah terbawa badai beberapa waktu lalu saat pergi berlayar  bersama Cakra, dan hingga saat ini belum tau dimana ayah. UANG, selama ini yang mengirimkan uang pada kita bukan ayah tetapi Cakra.” Jelas Bu Nio seraya memeluk Pelangi
                “Mengapa Ibu tidak member tau ku? Kenapa ibu tidak melarang Kakak untuk berhenti mencari kerja dan pulang. Kenapa Bu?” Pelangi menitih kan air mata.
                “Ibu sudah melarang kakak mu. Tetapi nihil.” Jawab Bu Nio
                Pelangi melepaskan pelukan ibunya dan berlari ke luar rumah. Dia berlari menuju pesisir pantai dengan tetesan air mata di setiap langkahnya. Hatinya yang rapuh menambah emosinya keluar. Sesampainya di Pantai ia berdiri di atas di perahu dimana Cakra dan ayahnya berlayar. Dia berteriak kencang “AYAH, di mana engkau? Ayah!!!”
                Di seberang jalan, pesisir pantai nampak Cakra yang melambai-lambai pada Pelangi. Belum sempat Pelangi menyemeluk dan meminta maaf pada Cakra. Tiba-tiba truk tronton menabrak Cakra dengan sekali srempetan kecil. “KAKAKKK” teriak Pelangi dengan kencang. Di tempat kejadian pelangi menangis memeluk dan terus melihat kakaknya yang berlumurn darah. “Jaga Baik-baik Ibu. Jangan kau putus sekolah seperti kakak. Teruslah tersenyum seperti sebagaimana warna pelangi” Kata Cakra kemudian menutup matanya. “KAKAK” ucap Pelangi dengan menjerit-jerit tak terkendalikan.
By: Laiely Lanisi / sasi